APA KABAR PENDIDIKAN INDONESIA

indonesia

PENDIDIKAN INDONESIA

         Apa kabar pendidikan Indonesia saat ini? sebuah pertanyaan yang jawabannya hanya berhenti pada kata “buruk”. Bagaimana tidak? Berbagai permasalahan yang oleh pihak pemerintah terus ditangguhkan tampak semakin melebar. Alhasil, pada tanggal 17 April 2015 Bapak Menteri Pendidikan kita menyatakan pendidikan Indonesia sedang dalam fase Gawat Darurat.

         Berbicara tentang pendidikan Indonesia, mari kita memikirkan ulang sesuatu yang lebih esensial, lebih dasar, lebih simple namun perlu jawaban sigap segera: kemana pendidikan ini akan berlabuh? tujuan apa yang ingin dicapai, apakah proses pendidikan saat ini sudah sejalan dengan tujuan itu sendiri? Tujuan dasar dari pendidikan adalah memanusiakan-manusia. Artinya, ada usaha untuk mengembangkan pemikiran manusia lewat pendidikan itu sendiri. Namun, pada kenyataannya “dimanusiawikan” terkadang berubah menjadi “dirobotkan”. Pemikiran kita terkadang di bentuk sesuai apa kata penguasa. Oleh karena itu, kini saatnya menanyakan dan mengkritisi kembali sudah layakkah pendidikan Indonesia dalam memberikan kebebasan berpikir untuk rakyat-rakyatnya? Sudahkah pemerintah memberikan pelayanan pendidikan secara menyeluruh dan utuh? Ataukah sebenarnya pendidikan Indonesia ini hanyalah salah satu bagian industrialisasi dari negara yang dirasa semakin liberal ini?

Ki Hajar Dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan bertujuan dalam menuntun (bukan menentukan) segala kekuatan kodrat (hendak Tuhan) yang ada pada anak-anak tersebut, agar kelak nantinya mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat meraih keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Sedangkan menurut Plato pendidikan adalah proses yang dilakukan seumur hidup (life-long) yang dimulai dari seseorang lahir hingga kematiannya, yang membuat seseorang bersemangat dalam mewujudkan warga negara yang ideal dan mengajarkannya bagaimana cara memimpin dan mematuhi yang benar. Plato pun menambahkan pendidikan tidak hanya menyediakan ilmu pengetahuan dan kemampuan akan tetapi nilai, pelatihan insting, membina tingkah laku dan sikap yang benar. Pendidikan yang sejati (true education), akan memiliki kecenderung terbesar dalam membentuk manusia yang beradab dan memanusiakan manusia dalam hubungan mereka bermasyarakat dan mereka yang berada dalam perlindungannya. Pengertian pendiidkan menurut Plato inilah yang diadopsi oleh UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003.

         Menurut undang-undang nomor 20 tahun 2003, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sedangkan sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan nasional.

         Tujuan dari pendidikan nasional kita adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Namun pada kenyataannya pendidikan di Indonesia masih menyisakan lubang besar. Proses menuju tujuan yang mulia itu sepertinya tidak berjalan berimbang. Jika dikerucutkan, ada beberapa permasalahan besar yang menuntut untuk segera diselesaikan:
1. Pemerataan pendidikan
Penyebab tidak meratanya pendidikan di Indonesia adalah karena kondisi geografis Indonesia yang terbentuk atas gugusan pulau-pulau, ditambah tidak ada akses transportasi yang memadai untuk menjangkau daerah-daerah terpencil. Anies Baswedan mengatakan, sebanyak 75 persen sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar layanan minimal pendidikan. Mulai dari tenaga pendidik hingga fasilitas pendidikan belum merata secara keseluruhan di Indonesia. Pusat Perkembangan masih terjadi di Pulau Jawa secara masif. Pembangunan secara timpang sangat terasa diberbagai kepulauan di luar jawa. Listrik masih sulit didapatkan, Jalan raya yang tidak layak, bahkan jembatan sebagai akses terputus.

2. Politisasi pendidikan
Politisasi pendidikan juga mengancam negara ini di dunia modern saat ini. Pendidikan yang merupakan nyawa dari sebuah negara akan sangat berbahaya ketika harus mendapatkan tekanan politik. Hal ini pernah terjadi pada masa orde baru dimana pendidikan harus tercampur dengan politik. Pendidikan seakan menjadi sebuah alat penguatan legitimasi dari masa tersebut. akan sangat disayangkan jika pendidikan dengan politik ini menjadi satu dan tercampur. Dampak yang menjadi ironi bagi pendidikan Indonesia. Bahkan sampai saat ini politisasi pendidikan masih dijumpai di daerah-daerah di Indonesia dimana masih terjadinya nepotisme dalam pengangkatan pegawai.

3. Industrialisasi pendidikan
Menurut Anies Baswedan, Indonesia menjadi peringkat 103 dunia, negara yang dunia pendidikannya diwarnai aksi suap- menyuap dan pungutan liar. Dengan ini, bisa dikatakan pendidikan di Indonesia menjadi lahan bisnis beberapa pihak birokrat yang tidak bertanggung-jawab. Selain suap-menyuap dan pungutan liar, yang disoroti lebih lanjut adalah menjamurnya pertumbuhan bimbingan belajar yang menawarkan berbagai paket harga, semakin mahal semakin lengkap fasilitas, tips dan trik cara belajar cepat yang diberikan. Ini kembali lagi kepada pergeseran tujuan pendidikan yang sudah melenceng jauh dari sasaran. Penekanan pada hasil dibandingkan proseslah yang menyebabkan perkembangan bimbel ini menyebar.

4. Kualitas pendidik
Menurut data, nilai rata-rata kompetensi guru di Indonesia hanya 44,5. Padahal, nilai standar kompetensi guru adalah 75. Tunjangan dan sertifikasi menjadi iming-iming pemerintah dalam meningkatkan kualitas guru. Namun, di sini kata pendidik tidak saja merujuk hanya kepada guru, tapi kata pendidik di sini juga merujuk untuk semua masyarakat terdidik. Karena, pendidikan di Indonesia ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan guru saja, tapi semua komponen masyarakat, terutama mereka yang mengerti keadaan pendidikan saat ini.
Permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia seakan terus bertambah belum selesai mengatasi masalah yang lama sudah muncul masalah yang baru. Seperti masalah Ujian Nasional. Dimana UN sendiri dalam beberapa tahun ini menjadi topik menarik menjelang pertengahan tahun/pergantian tahun ajaran. Setiap tahun terjadi perubahan kebijakan dan standar nilai yang menjadi patokan akan lulus dan tidaknya seorang pelajar. Pada tahun 2015 ini juga terjadi kebijakan baru dimana kelulusan tidak lagi ditentukan oleh UN. Dan hal ini tercantum di dalamPermendikbud No 44/2014 tentang Ujian Nasional. Ujian nasional (unas) tidak menentukan lagi. Mulai 2015, persentase kelulusan siswa bakal berimbang antara ujian nasional dan ujian sekolah. Yaitu dengan angka nilai perbandingan 50:50.
Selain hal itu juga ada kebijakan baru mengenai proses UN yaitu ujian menggunakan sistem digital “online”. Entah apa yang difikirkan oleh pemerintah, kebijakan yang satu ini seakan menurut saya sangat mendadak sehingga terjadi beberapa permasalahan. Seperti ganguan listrik dan jaringan komputer. Selain itu muncul masalah kebocoran soal, mengutip dari Solopos.com, JAKARTA – Kepolisian RI kesulitan menyelidiki kasus bocornya soal Ujian Nasional (UN) tingkat Sekolah Menengah Atas di halaman Google Drive.
Maka kawan-kawanku yang baik, begitulah kabar pendidikan Indonesia saat ini. Bopeng memang, namun masih bisa kita muluskan lagi dengan krim bernama kepeduliaan dan tawaran solusi.
Adapun solusi yang kami tawarkan untuk pemerintah dalam menanggapi pendidikan di Indonesia adalah:
1. Menuntut pemerintah untuk mengkaji kembali pergantian kurikulum yang dirasa terlalu singkat, dan menyempurnakan kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pendidikan Nasional.
2. Mendukung pemerintah dalam mengeluarkan program-program yang telah berhasil dilakukan, seperti program SM3T (terdepan, terluar, tertinggal) dalam usaha melakukan pemerataan pendidikan.
3. Hapuskan Politisasi Pendidikan yang selama ini membatasi ruang gerak siswa untuk mengeksplorasi lebih jauh mata pelajaran yang diajarkan.
4. Tingkatkan kesejahteraan guru
5. Perbaiki sistem Ujian Nasional, seperti masalah UN Online. Kami menyayangkan kenapa uji coba sistem baru ini langsung di UN tidak melalui ujian yang tingkatanya lebih rendah terlebih dahulu.